41. فيِ التَّأَنِّي السَّلاَمَةُ وَفيِ العَجَلَةِ النَّدَامَةُ
Di dalam kehati-hatian itu ada keselamatan, dan di dalam ketergesa-gesaan itu ada penyesalan.
Tidak hati-hati dan tergesa-gesa adalah dua hal yang sangat berbahaya. Sering sekali kita mendengar kisah orang-orang yang celaka karena 2 hal ini. Contoh yang paling sering kita dengar adalah kecelakaan lalu lintas -Naudzubillah min dzalik- sering terjadi akibat sikap pengemudi kendaraan yang kurang hati-hati dan tergesa-gesa.
42. ثَمْرَةُ التَّفْرِيْطِ النَّدَامَةُ وَثَمْرَةُ الحَزْمِ السَّلاَمَةُ
Buah kecerobohan itu adalah penyesalan, dan buah kecermatan itu adalah keselamatan.
Buah kecerobohan itu adalah penyesalan, dan buah kecermatan itu adalah keselamatan.
Maksud dari Mahfuzhat ini kurang lebih sama seperti Mahfuzhat sebelumnya. Kita hendaknya selalu menghindari sikap ceroboh. Hendaknya semua perbuatan kita dilakukan dengan hati-hati, tidak terburu-buru dan harus dengan perhitungan yang matang.
43. الرِّفْقُ بِالضَّعِيْفِ مِنْ خُلُقِ الشَّرِيْفِ
Berlemah lembut kepada orang yang lemah itu adalah salah satu perangai orang yang mulia (terhormat).
Berlemah lembut kepada orang yang lemah itu adalah salah satu perangai orang yang mulia (terhormat).
Dalam Islam kita diajarkan untuk selalu berlemah lembut kepada orang yang lemah, Rasulullah SAW adalah contoh paling sempurna dalam hal ini. Banyak sekali ayat yang menyebutkan bagaimana kelembutan akhlak Nabi Muhammad SAW, diantaranya adalah firman Allah SWT yang artinya:
“ Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.” (QS. Ali Imron: 159)
Kalau kita perhatikan lagi ayat ini, sikap lemah lembut Rasulullah SAW ini adalah salah satu kunci kesuksesan dakwah beliau, karena andai saja beliau tatkala itu berlaku kasar, pastinya banyak orang yang tak tertarik dengan Islam.
44. فَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِثْلُهَا
Balasan suatu kejahatan itu adalah kejahatan yang sama dengannya.
Balasan suatu kejahatan itu adalah kejahatan yang sama dengannya.
Mahfuzhat ini serupa dengan salah satu ayat Al-Quran, yaitu surah As-Syura ayat 40 yang berbunyi:
وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِثْلُهَا ۖ فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ
“Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim.”
Maksudnya adalah apabila ada seseorang yang menzalimi orang lain, maka orang yang dizalimi itu punya hak untuk membalasnya (Qisash) dengan cara yang serupa, tidak boleh melebihi itu. Artinya jiwa dibalas jiwa, luka dibalas dengan luka serupa, dan seterusnya.
Namun perlu dicatat bahwa dalam hukum Islam, pelaksanaan Qisash ini hanya boleh dilakukan di hadapan hakim atau pihak yang memiliki otoritas, jadi tidak boleh dilakukan secara personal, karena malah akan menjadi perang antar keluarga, suku, dst.
Adapun jika orang tersebut memaafkan, maka itu lebih baik dan ada pahala baginya di sisi Allah. Maka sikap memaafkan ini adalah sikap yang paling utama.
45. تَرْكُ الجَوَابِ عَلىَ الجَاهِلِ جَوَابٌ
Tidak menjawab terhadap orang yang bodoh itu adalah sebuah jawaban.
Tidak menjawab terhadap orang yang bodoh itu adalah sebuah jawaban.
Jangan salah kaprah dalam memahami kalimat di atas. Maksud dari orang “bodoh” di sini adalah orang yang tak punya keinginan untuk menerima kebenaran, bukan bodoh dalam artinya orang yang belum atau tak punya pengetahuan.
Amr bin Hisyam diberikan gelar “Abu Jahal” (Bapak kebodohan), bukanlah karena ia bodoh dalam artian tak punya ilmu, malah sebaliknya ia adalah salah satu pemuka suku Qurays di Makkah yang sangat dihormati dan bahkan dianggap sebagai orang yang bijak kala itu. Namun karena hatinya tertutup dan tak mau menerima kebenaran –walaupun ia tahu bahwa yang disampaikan itu adalah kebenaran- lah ia dijuluki sebagai Abu Jahal.
Adapun orang yang bertanya kepada kita karena ia benar-benar tidak tahu dan ingin mempelajarinya dari kita maka justru wajib bagi kita menjawab pertanyaannya tersebut.
46. مَنْ عَذُبَ لِسَانُهُ كَثُرَ إِخْوَانُهُ
Barang siapa manis tutur katanya (perkataannya) banyaklah temannya.
Barang siapa manis tutur katanya (perkataannya) banyaklah temannya.
Manusia itu secara fitrahnya menyukai keindahan, termasuk juga keindahan dalam bertutur kata, karena itulah secara alami orang yang tutur katanya baik, pasti disenangi banyak orang, dan sebaliknya orang yang kata-katanya selalu membuat orang sakit hati pasti akan dijauhi.
47. إِذَا تَمَّ العَقْلُ قَلَّ الكَلاَمُ
Apabila akal seseorang telah sempurna maka sedikitlah bicaranya.
Demikianlah sikap orang-orang bijak, mereka bukanlah tipe orang yang banyak bicara. Adapun jika mereka berbicara mereka hanya membicarakan hal-hal yang perlu saja.
Dalam sebuah hadits juga disebutkan bahwa: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaknya ia berkata baik, ataupun diam”. (Muttafaq Alaih).
48. مَنْ طَلَبَ أَخًا بِلاَ عَيْبٍ بَقِيَ بَلاَ أَخٍ
Barang siapa mencari teman yang tidak bercela, maka ia akan tetap tidak mempunyai teman.
Barang siapa mencari teman yang tidak bercela, maka ia akan tetap tidak mempunyai teman.
“Tak ada gading yang tak retak”, demikianlah pepatah mengajari kita bahwa tak ada satu pun orang yang tak punya kekurangan, karena itu jika kita hanya mau berteman dengan orang yang tak punya cela, maka kita selamanya tak akan punya teman.
Selain itu, dalam bergaul kita juga perlu melihat sisi positif dari seseorang, karena dibalik kekurangannya, ia pasti ia punya kelebihan. Karena itu pula dalam hubungan keluarga, para suami diperintahkan untuk bersabar atas kekurangan pasangannya.
Dalam sebuah hadis dikatakan:
“Janganlah seorang mukmin membenci seorang mukminah (istrinya). Jika ia tidak suka satu perangainya maka (bisa jadi) ia menyenangi perangainya yang lain.” (HR. Muslim no. 1469)
49. قُلِ الحَقَّ وَلَوْ كَانَ مُرًّا
Katakanlah yang benar itu, walaupun pahit.
Katakanlah yang benar itu, walaupun pahit.
Iya, ini adalah prinsip yang benar jika dilakukan pada waktu dan tempat yang tepat.
Perlu kita ingat bahwa dalam berbicara, selain benar, kita juga harus bijak, kita harus mengenal lawan bicara kita. Misalnya ketika bertemu dengan orang yang melakukan kesalahan lantas kita menegurnya secara langsung tanpa retorika bicara yang baik, alih-alih teguran kita tersebut membuat orang itu sadar, yang ada malah membuatnya marah dan membenci kita.
Rasulullah SAW bersabda: خَاطِبُوا النَّاسَ عَلَى قَدْرِ عُقُوْلِهِمْ yang artinya “Berbicaralah kepada orang-orang sesuai dengan kadar kemampuan akal pikiran mereka”.
Artinya kita harus bisa memilih kata-kata yang tepat agar dapat dipahami dan diterima oleh lawan bicara kita. Nah setelah waktu dan tempatnya dirasa tepat, barulah kita bisa menyampaikan sebuah kebenaran yang walaupun pahit untuk disampaikan.
50. خَيْرُ مَالِكَ مَا نَفَعَكَ
Sebaik-baik hartamu adalah yang bermanfaat bagimu.
Sebaik-baik hartamu adalah yang bermanfaat bagimu.
Ini adalah pedoman dasar bagi kita dalam memenuhi kebutuhan hidup. Maka ketika kita hendak membeli sesuatu, yang menjadi pertimbangan utama kita hendaknya adalah segi manfaatnya. Karena banyak sekali sesuatu yang menarik hati kita namun ternyata tak bermanfaat sama sekali bagi kita.
No comments:
Post a Comment